Kenapa? Sebuah kata tanya yang belum Aku temukan jawabannya. Di atas bukit pernah Aku tanyakan tetapi hanya angin yang membisikkan derita. Di tepi lautan pernah ku lontarkan pula kata tanya Kenapa, meskipun deru ombak mampu membasahi peluhku.
Di mana lagi Aku harus bertanya Kenapa dan pada siapa ku bertanya. Siapapun yang Aku tanya pasti hanya menggelengkan kepala sambil berkata “Aku pun tak pernah bertemu dengan Kenapa”. Sadarku pada aliran sungai dengan gemericik air yang jernih di bawah kaki gunung. Aku berusaha menyadap pembicaraan dua antara Kau dan Waktu. Suara itu pelan sampai Aku berusaha merangkai kata-kata hasil sadapanku. Aku menemukan kata bahagia, cerita, dan keyakinan. Semakin pusing kepalaku, belum terjawab juga sampai detik ini.
Bahagia, cerita, dan keyakinan. Kata yang hilang itu akibat sunyinya malam dengan lampu-lampu merkuri yang malam belum turun hujan saat itu. Sebelum bertanya dengan orang lain, Aku mencoba bertanya pada diriku. Jawaban itu selalu (...) dan memang itu dari diriku. Tak berbentuk, tak berasa, dan sungguh absurd. Jawabanku memang bukan jawaban yang baik. Mungkin Kau bisa menjawabnya atau mungkin Waktu yang akan menjawab. Aku tahu antara Kau dan Waktu sangat dekat hubungannya.
Ataukah Aku tidak akan pernah menemukan jawaban itu sampai tidur yang panjang. Kau mencoba berpikir untuk menjawabnya. Kenapa yang belum terjawab dan Waktu semakin merintih. Kau jawab dengan awalan, Aku, dan berakhir tetapi itu bukan sebuah jawaban yang baik. Jawaban yang kedua pun juga tidak cukup adil yaitu aku lebih baik mencintai diriku sendiri. Kau pun tak bisa menjawabnya lagi. Pertanyaan yang sama yaitu Kenapa akan dicoba dijawab oleh Waktu. Perlahan-lahan Waktu mencoba berlari untuk mengejar bintang yang ada di langit untuk mencari jawaban.
Waktu yang masih pucat dengan anemia yang secara tiba-tiba. Anemia akibat dilema yang menyerang sebagian otak kiriku. Tolonglah pada Waktu untuk Aku memohon dari pertanyaan Kenapa. Waktu yang pernah sayang dan cinta, yang pernah mengisi cerita lalu, yang pernah memperhatikan nurani, dan yang pernah ada di antara mereka serta mereka yang pernah menghianati Waktu. Mungkinkah Waktu untuk melampiaskan itu hanya padaku. Kenapa? Kata tanya yang belum Aku temukan jawabannya.
Salahkah Aku bertanya terus tentang Kenapa pada Aku, Kau, dan Waktu? Sampai lelah merasakan cinta yang sesungguhnya pada alam bawah sadar. Kata tanya Kenapa yang selama ini Aku pikirkan, mungkin hanya tanya yang tak terjawab. Kau pun akan mengeluh sampai pada saatnya Kau akan tahu bahwa di antara mereka yang telah menghianatimu ada Aku yang bukan bagian dari mereka. Tetapi Aku mendapatkan hal yang sama dengan mereka yaitu sikap yang tidak manis oleh Waktu. Seandainya Waktu bisa bersikap manis, saling mengerti, dan saling memiliki. Aku sangat mencintai Waktu dan Kau